Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Terungkap! Inilah Penyebab Harga Beras Tak Terkendali Menurut Perpadi Sumut

Harga beras semakin mahal. foto: int

SuaraTani.com - Medan| Ketua Perkumpulan Pengggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sumatera Utara (Sumut), Ardhi Kusno mengatakan, kenaikan harga beras di pasar akibat pemeritah terlambat melakukan gerakan pasar murah (GPM) beras.

"Seharusnya GPM dilakukan pemerintah dalam hal ini Bulog di bulan Juni 2025 lalu. Kenapa? Karena di bulan Juni posisi petani khususnya di Sumatera Utara sudah selesai panen," kata Ardhi Kusno ketika dihubungi SuaraTani.com, lewat panggilan WhatsApp, Jumat (25/7/2025) di Medan.

Namun, lanjut Ardhi, pemeritah baru melakukan gerakan pangan murah pada 18 Juli 2025, setelah harga melambung dan sulit untuk diredam seperti saat ini harga sudah mencapai di atas Rp16.000 per kg. Karena itu, GPM beras harus dilakukan secara jor-joran sampai dengan bulan Agustus 2025.

"Bulan Agustus sudah mendekati musim panen. Mudah-mudahan dengan musim panen harga bisa turun meskipun sepertinya sulit untuk dilakukan," kata Ardhi.

Karena sejak pemerintah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Gabah Kering Panen (GKP) saat ini adalah Rp6.500 per kilogram (kg) di tingkat petani, para pengusaha penggilingan padi sulit untuk menampung gabah petani.

"Dan, itu ditambah lagi dengan penetapan harga eceran tertinggi (HET) untuk beras sebesar Rp13.100 per kg di tingkat konsumen membuat para pengusaha kilang dan beras tak mampu berkutik," kata Ardhi.

Saat ini saja kata Ardhi, harga gabah di tingkat sudah mencapai Rp8.000 per kg. Sementara tingkat rendemen kilang padi di Sumatera Utara hanya berkisar 50% bahkan ada di bawah 50% untuk menghasilkan beras dari satu kilo gabah kering giling (GKG). 

"Itu artinya, untuk menghasilkan satu kilo beras dibutuhkan dua kilo GKG. Kalau satu kilo GKG sudah Rp8.000, berarti ongkos produksinya sudah 16.000 untuk satu kilo beras. Jadi, wajar saja kalau saat ini harga beras sudah di atas Rp16.000 per kg," terang Ardhi.

Tidak hanya itu, kata Ardhi, sejak Bulog sudah menjadi lembaga yang bersifat komersil, Bulog jor-joran membeli gabah petani. Akibatnya, para pengusaha penggilangan padi tak kebagian gabah. 

"Bulog mampu membeli gabah petani dalam jumlah besar atau jor-joran, karena mereka punya duit. Artinya, kilang tak mampu bersaing dengan Bulog," kata Ardhi.

Karena itu, atas nama Perpadi Sumut, Ardhi berharap pemerintah dapat meninjau kembali HET beras medium yang telah ditetapkan sebesar Rp13.100 per kg terkait HPP GKP yang sudah Rp6.500 per kg. Kemudian, Bulog juga diminta untuk berbagi gabah dengan pengusaha kilang.

"Sehingga kilang-kilang padi yang ada tidak mati tapi dapat tetap berproduksi," ujarnya.

Sebagaimana diketahui, pemerintah telah menetapkan HPP gabah sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Peraturan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 4 Tahun 2024. Yakni, HPP GKP di tingkat petani, Rp6.500 per kg, dan HPP GKG di penggilingan Rp7.300 per kg. 

Dari penulusuran SuaraTani.com di Pasar Pringgan, saat ini harga beras medium sudah mencapai Rp16.700 per kg.* (junita sianturi)