Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Harga Migor Curah Sudah Terkendali

Harga minyak goreng curah mulai bisa dikendalikan pemerintah.suaratani.com-ist 

SuaraTani.com – Medan| Harga minyak goreng curah di masyarakat khususnya di Kota Medan mencapai harga termurah Rp11.500 per kilogram (kg). Sementara di Sumatera Utara (Sumut), harga yang paling mahal ada di Gunung Sitoli yang mencapai Rp19 ribu per kg nya. 

Harga minyak goreng curah di Sumut pada umumnya sudah sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Pemerhati ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin, mengatakan, dari pantauan PIHPS, harga minyak goreng curah di beberapa titik seperti di Kota PadangsidImpuan, Sibolga dan Siantar sudah berada di angka Rp14 ribu per kg. di bawah harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp15.500 per kg untuk minyak goreng curah. Pada dasarnya pemerintah sudah berhasil meredam gejolak harga minyak goreng khususnya minyak goreng curah di Sumut.

Hanya saja, di waktu yang bersamaan  harga TBS di tingkat petani masih belum mengalami kenaikan. Dari hasil pantauan sejumlah harga TBS di Sumut masih ada yang dijual dalam rentang Rp700 hingga Rp1.100 per kg. 

Harganya masih lebih rendah dari harga keekonomian sawit sebelum tahun 2020 yang dikisaran 1.250 per kg nya. Dan tentunya jauh lebih rendah dibandingkan dengan harapan petani sawit yang berharap harga TBS saat ini setidaknya bisa dikisaran angka 2000 per Kg baru dapat untung.

“Nah, saat ini harga CPO berada dikisaran RM3.700 per tonnya, Ada gap yang terlalu lebar antara harga minyak goreng curah di masyarakat, harga CPO dunia dengan harga TBS di tingkat petani.  Saat harga CPO berada di kisaran RM2.300-an per ton, harga TBS di tingkat petani kala itu sempat menyentuh Rp1.500 hingga Rp1.800 per kg. Harga minyak goreng curah saat itu berkisar 9000-an rupiah per kg,” kata Gunawan di Medan, Senin (25/7/2022).

Gunawan melanjutkan, jika mengacu kepada harga kewajiban dari program kebijakan DMO dan CPO di tanah air, maka harga TBS seharusnya bisa bergerak di kisaran Rp2.300 hingga Rp2.600 per kg. Dan fakta menunjukan kalau harga minyak goreng curah setahun yang lalu itu di Kota Medan sempat ditransaksikan di kisaran Rp16 ribu per kg.

Jadi setahun yang lalu itu harga CPO juga berada di kisaran angka yang sama seperti saat ini, yaitu di kisaran RM3.700-an per ton. Artinya memang kebijakan pemerintah dalam menekan harga minyak goreng saat ini tentunya terbilang mudah. Sedikit upaya saja untuk membuat harganya sesuai HET di kisaran Rp15.500 per kg.

“Tetapi kita juga harus fair dalam memberikan penilaian, karena pada dasarnya harga minyak goreng terus ditekan saat harga CPO masih berada dikisaran RM5.000 an per ton. Artinya ada upaya serius untuk menggiring harga minyak goreng curah menuju HET,” katanya.

Untuk kondisi sekarang, kata Gunawan, semuanya berbeda. Jika tanpa DMO dan DPO sekalipun harga minyak goreng curah bisa saja ditransaksikan dikisaran harga 16 ribu, atau dengan sedikit upaya bisa menekannya hingga ke harga HET. Jadi jelas kalau kebijakan membatasi kran ekspor sudah tidak tepat lagi. Karena petani yang dirugikan dengan menumpuknya pasokan sawit sehingga memicu harganya turun.

Relaksasi memang sudah dilakukan oleh pemerintah, tetapi tidak lantas langsung membuat harga TBS membaik. Menjual komoditas dengan cara ekspor itu butuh waktu, diperkirakan 3 bulan baru akan terlihat ada titik keseimbangan baru dimana harga TBS bisa mengacu kepada harga keekonomian CPO. Meskipun akan sedikt lebih rendah dibandingkan dengan harga keekonomiannya karena ada kebijakan DMO dan DPO.

Bagi pemerintah, ini peringatan, jangan sampai terlena dengan harga minyak goreng yang sudah murah saat ini. Disaat relaksasi sudah di jalankan, disaat titik keseimbangan sudah mulai tercipta. Maka akan ada potensi dimana harga minyak goreng bisa naik lagi. Jadi jangan terlalu berbangga dengan harga minyak goreng yang sudah di bawah HET.

Waspadai lonjakan harga karena kebijakan relaksai. Pastikan upaya yang dilakukan saat ini bisa menggaransi bahwa kedepan harga masih tetap bisa dikendalikan dan tentunya masih sesuai HET. 

“Karena penurunan harga minyak goreng di bawah HET saat ini lebih dikarenakan bonus, karena melimpahnya pasokan sawit akibat kebijakan ketat membatasi ekspor CPO sebelumnya,” pungkasnya. *(ika)