Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Direktur PT ACR Diadili Kasus Korupsi BTN Medan

Direktur PT Agung Cemara Reality (ACR) Mujianto alias Anam menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (3/8/2022).suaratani.com-rag

SuaraTani.com – Medan| Direktur PT Agung Cemara Reality (ACR) Mujianto alias Anam menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (3/8/2022). Ia didakwa secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi kredit modal kerja (KMK) di Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan senilai Rp39,5 miliar. 

Sidang yang dipimpin majelis hakim yang diketuai Immanuel Tarigan ini beragendakan pembacaan surat dakwaan yang dilakukan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Sumut diketuai Isnayanda.

Sebelum dibacakan, konglomerat asal Kota Medan ini melalui penasihat hukumnya mengajukan permohonan penanggunan penahanan karena alasan sakit dan sudah berumur tua. Selain itu, Anam juga beralasan dirinya adalah tulang punggung keluarga. 

"Nanti akan kami pertimbangkan, apakah diterima atau tidak," kata hakim Immanuel Tarigan.

Dalam surat dakwaan dijelaskan, Mujianto selaku Direktur PT ACR telah melakukan perjanjian pengikatan jual beli atas sertifikat hak guna bangunan dengan total luas 103.448 M2, yang berlokasi di Jalan Kapten Sumarsono, Kompleks Graha Metropolitian, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang.

"Dari lahan itu, terdakwa mengalihkan 13.860 M2 kepada Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA) Canakya Suman (diadili terpisah) dengan harga Rp 45 M, dan rencana akan dibangun proyek perumahan Takapuna Residence sebanyak 151 rumah yang legalitas proyeknya atas nama terdakwa," ucap jaksa.

Dalam pembayaran lahan tanah yang dibeli Canakya Suman kepada terdakwa masih belum lunas. Mengingat pembayaran tanah itu belum lunas, terdakwa mengajukan dan menerima fasilitas kredit rekening koran selama setahun sebesar Rp35 miliar dari Bank Sumut dengan agunan kredit tanah seluas 16.306 M2, dan pelunasan dibebankan terdakwa kepada Canakya.

"Ternyata fasilitas kredit Bank Sumut dinikmati oleh terdakwa sebagai pelunasan utang pembayaran jual beli tanah, dan Canakya tidak mampu melunasi fasilitas kredit yang membuat Canakya mengajukan surat permohonan kredit ke Bank BTN tanpa melampirkan RAB pekerjaan dan tanpa menyebutkan besaran nilai kredit yang dibutuhkannya," ucap jaksa.

Canakya mengetahui bahwa proyek perumahan yang akan dibiayai beserta sejumlah SHGB yang akan dijadikannya agunan kredit, masih atas nama Terdakwa Mujianto bahwa sedang terikat sebagai jaminan kredit di Bank Sumut, Canakya tetap menyampaikan copy data-data legalitas proyek dan SHGB beserta perjanjian jual beli.

"Walaupun mengetahui bahwa status legalitas proyek perumahan yang akan dijadikan agunan bukanlah milik Canakya serta masih sedang berstatus sebagai agunan kredit pada Bank Sumut, masih tetap memproses permohonan dan memberikan Fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) Konstruksi Kredit Yasa Griya dengan plafond kredit sebesar Rp.39,5 miliar dengan agunan 93 sertifikat," kata jaksa.

Bahwa setelah pencairan, lanjut jaksa, Canakya mentransfer Rp13 miliar ke Terdakwa Mujianto, sehingga utang pembayaran jual beli tanah antara terdakwa dengan Canakya menjadi lunas.

Jaksa mengatakan, pemberian kredit KMK kepada PT KAYA tidak sesuai prosedur dan penggunaan kredit KMK oleh PT KAYA tidak sesuai peruntukannya yang menyebabkan negara rugi senilai Rp39,5 miliar.

"Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 dan atau Pasal 2 ayat 1 Jo pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana," pungkas jaksa.

Usai dakwaan dibacakan, Majelis Hakim menunda sidang pekan depan dengan agenda nota keberatan (eksepsi). *(rag)