Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sakit Jantung, Terdakwa Korupsi BTN Mujianto Jadi Tahanan Kota

Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR), Mujianto, saat menjalani persidangan di Ruang Cakra VIII Pengadilan Tipikor Medan, Senin (15/8/2022).suaratani.com-rag

SuaraTani.com – Medan| Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR), Mujianto, yang menjadi terdakwa kasus korupsi kredit modal kerja (KMK) di Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan, menjadi tahanan kota. 

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan mengeluarkan penetapan pengalihan penahanan dari tahanan Rutan Kelas I Medan menjadi tahanan kota dengan pertimbangan alasan kesehatan terdakwa.

Penetapan pengalihan itu dibacakan Hakim Ketua, Immanuel Tarigan dihadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Resky, Isnayanda dan penasihat hukum terdakwa, Surepno Sarpan di Ruang Cakra VIII Pengadilan Tipikor Medan, Senin (15/8/2022).

Menurut hakim, selain alasan sakit jantung dan sudah uzur, pertimbangan lain yakni adanya jaminan istri, penasihat hukum terdakwa, jaminan sejumlah organisasi keagamaan dan uang jaminan Rp500 juta yang dititipkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri (PN) Medan.

Dengan pengalihan tersebut, diharapkan terdakwa bisa melakukan perawatan medis dan memperlancar proses persidangan. 

"Ini harus ditaati terdakwa sehingga persidangan bisa berjalan lancar," ujar hakim.

Sementara itu, JPU Resky Pradana dalam tanggapannya, menguraikan surat dakwaan yang menjerat Mujianto dengan pasal korupsi dan pencucian uang sudah memenuhi prosedur Undang-Undang.

"Surat dakwaan JPU yang dibacakan dua pekan lalu sudah memenuhi unsur Pasal 143 KUHP tentang sah tidaknya surat dakwaan," ucap Rezky. Karena itu, eksepsi penasihat hukum terdakwa yang menyatakan bahwa surat dakwaan kabur, tidak cermat harus ditolak.

JPU juga berharap majelis hakim melanjutkan persidangan dengan memeriksa saksi-saksi. 

Sebelumnya, penasihat hukum terdakwa, Surepto Sarpan dalam eksepsinya, menyebutkan bahwa surat dakwaan JPU yang menjerat terdakwa pasal pencucian uang dan korupsi itu tidak memenuhi unsur Pasal 143 KUHAP.

Alasannya, perbuatan yang dituduhkan tidak ada hubungannya dengan terdakwa Mujianto baik tentang kesalahan prosedur pengajuan kredit di bank sehingga menimbulkan kredit macet. "Itu semua tidak ada hubungannya dengan terdakwa," ujar Sarpan.

Menurutnya, antara Canakya dan Mujianto memang pernah mengikat perjanjian jual beli tanah untuk membangun perumahan Takapuna Residence di Jalan Kapten Sumarsono Medan. Saat itu, Canakya membeli tanah milik Mujianto seharga Rp45 miliar dengan cicilan.

Tapi akhirnya, hutang Canakya tersebut sudah dilunasi 25 Juni 2012. Tapi, JPU malah menguraikan kredit macet yang dilakukan Mujianto dan Canakya yang berlangsung 3 Maret 2014. Padahal pada 2014 itu, terdakwa tidak punya hubungan lagi dengan Canakya.

"Kalau pun ada kesalahan prosedur antara Canakya dengan pihak bank, itu bukan urusan terdakwa. Sebab, dikabulkan atau tidaknya permohonan kredit tergantung kreditur dan debitur serta tidak ada hubungannya dengan terdakwa," pungkas Sarpan.

Tentang tuduhan pencucian uang yang dituduhkan kepada terdakwa, memperlihatkan surat dakwaan itu semakin kabur dan tidak jelas. Karena dengan bukti transfer JPU bisa menjerat terdakwa dengan pasal pencucian uang tanpa melibatkan Canakya.

JPU juga tidak melibatkan Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) tentang berapa besar kerugian negara yang dilakukan seseorang itu.

Menurut Sarpan, karena tidak memenuhi unsur Pasal 143 KUHAP, maka selayaknya hakim menolak surat dakwaan JPU tersebut sekaligus membebaskan terdakwa dari tahanan.

Dalam surat dakwaan JPU, terdakwa Mujianto dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Selain itu, terdakwa juga dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Menurut jaksa, pemberian KMK kepada PT KAYA tidak sesuai prosedur. Penggunaan KMK oleh PT KAYA tidak sesuai peruntukannya yang menyebabkan negara dirugikan senilai Rp39,5 miliar. *(rag)