Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

KTH Cinta Makmur Sukses Kelola Hutan, dari Produksi Serai Wangi Hingga Madu

Kelompok Tani Hutan (KTH) Cinta Makmur di Kelurahan Pintu Padang I, Kecamatan Batang Angkola, Kabupaten Tapanuli Selatan, sukses mengembangkan budidaya lebah untuk memproduksi madu. foto: ist

SuaraTani.com - Medan| Kelompok Tani Hutan (KTH) Cinta Makmur di Kelurahan Pintu Padang I, Kecamatan Batang Angkola, Kabupaten Tapanuli Selatan, menerima bantuan dari Dinas Kehutanan (kini Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan) Provinsi Sumatera Utara (Sumut). 

Bantuan itu berupa alat penyuling minyak serai wangi, bibit pohon, dan stup madu. Khusus bantuan stup madu, sebagian petani sempat ragu untuk memanfaatkannya. Wajar, sebab mereka khawatir disengat lebah yang akan dibudidayakan.

Awalnya, para petani setempat membentuk kelompok tani untuk menebus pupuk bersubsidi dari kios. Dari kelompok tani padi itulah kemudian lahir KTH Cinta Makmur yang kini menjadi Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) dalam program perhutanan sosial.

“Kelompok tani kami ini ada 33 orang, sedangkan anggota KTH Cinta Makmur berjumlah 16 orang,” kata Sekretaris KTH Cinta Makmur, Ali Inggo, saat dihubungi wartawan, Rabu (13/8/2025).

KTH yang dibentuk sekitar lima tahun lalu, tepatnya pada tahun 2020, merupakan kumpulan petani yang tinggal di sekitar atau dalam kawasan hutan.

KTH bekerja sama mengelola usaha kehutanan demi meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui kegiatan berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Dikatakan Ali, pembentukan KTH Cinta Makmur diprakarsai Ahmad Nasution, yang kala itu membudidayakan serai wangi. 

Melalui kelompok ini, mereka menerima bantuan alat penyuling serai wangi. Sayangnya, usaha tersebut tak bertahan lama karena biaya produksi tak sebanding dengan harga jual.

Ia juga mengakui kalau mereka pernah ke Medan ikut pameran membawa minyak serai wangi. Dan, peminatnya saat itu sangat banyak, tapi harga tak menutupi biaya panen, kayu bakar, dan penyulingan. 

"Dulu sempat Rp400 ribu per kilogram, tapi kemudian turun. Akhirnya usaha itu berhenti,” kenang Ali.

Dalam program perhutanan sosial, pendamping KTH melakukan survei lahan seluas 16 hektare untuk dikelola kelompok. Namun, kondisi lahan berbatu cadas, curam, dan hanya ditumbuhi ilalang, sehingga sulit ditanami.

Bibit pohon seperti duku, mangga, rambutan, dan durian yang diberikan dinas akhirnya dibagikan kepada anggota untuk ditanam di kebun karet masing-masing yang berdekatan dengan lokasi KTH. 

Menurutnya, akses ke lahan itu terjal. Mereka sudah mengusulkan pembangunan jalan, tapi belum ada jawaban. Jadi, mereka bergotong royong setiap minggu membuat jalan seadanya.

Ali mengatakan, KTH Cinta Makmur juga mendapat 34 stup madu untuk budidaya lebah Trigona sp atau lebah bonbon. Namun, rasa madunya agak asam. 

Seiring waktu, datang koloni lebah Apis cerana yang madunya manis dan kini lebih banyak dibudidayakan anggota.

Makanan lebah ini lanjut Ali, bunga air mata pengantin berwarna kuning. Ada juga batang kelapa yang dilubangi dan digantung, lalu dimasuki koloni lebah Apis cerana. 

"Dari bantuan awal lebah bonbon, sekarang hanya satu-dua stup yang tersisa,” jelas Ali.

Kini, dari 34 stup awal, tersisa 22 stup yang masih aktif. Stup yang ada menghasilkan sekitar setengah kilogram madu per dua hingga tiga minggu, atau rata-rata satu kilogram per bulan.

Ia mengakui, program perhutanan sosial memberi banyak manfaat bagi anggotanya. 

“Lumayanlah untuk menambah penghasilan. Ini memang bukan pekerjaan utama, tapi sudah cukup untuk kebutuhan tambahan, seperti uang jajan anak-anak,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas KLH Provinsi Sumut Heri Wahyudi Marpaung melalui  Kepala Bidang (Kabid) Pemanfaatan Hutan dan Perhutanan Sosial Dinas LHK Provinsi Sumut Albert Sibuea, mengatakan banyak KTH di Sumut yang berhasil menambah penghasilannya melalui program perhutanan sosial tersebut. 

Satu diantaranya KTH Cinta Makmur yang ada di Tapanuli Selatan. * (junita sianturi)