SuaraTani.com - Dolok Silau| Harga bawang merah saat ini mengalami kenaikan signifikan yakni mencapai Rp60.000 per kg dari sebelumnya berkisar Rp40.000 per kg di tingkat pengecer atau pasar tradisional di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara (Sumut).
Tingginya harga bawang merah ini akibat banyaknya petani bawang merah yang mengalami gagal panen.
"Petani banyak yang gagal panen karena kemarau yang ekstrem. Dan, sebagian petani tidak melakukan pertanaman akibat tidak ada hujan sementara irigasi di kampung kami sudah lama tidak berfungsi," kata petani bawang merah, Rudi Tarigan ketika dihubungi lebih Aplikasi WhatsApp, Selasa (6/8/2025).
Petani bawang merah di Desa Saran Padang, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun ini mengatakan saat ini harga bawang merah di tingkat petani sudah mencapai Rp42.000 per kg karena minimnya stok di tingkat petani.
"Stok bawang merah hampir nggak ada. Banyak petani gagal panen karena kekeringan dan tidak ada sumber air sehingga petani tidak bisa menanam," kata Rudi.
Menurutnya, kemarau ekstrem sudah berlangsung sejak Mei 2025. Bahkan petani yang tanam April 2025 gagal semua.
"Kalau di tempat kami sejak Mei sampai hari ini belum ada hujan. Makanya, semua pertanaman yang ditanam akhir April atau Mei 2025 gagal semua," jelasnya.
Dikatakannya, petani yang tanam Maret 2025 tidak mengalami kegagalan dalam arti bawang dapat di panen tetapi harga bawang merah saat itu masih normal tidak setinggi harga sekarang.
"Meskipun harga tinggi saat ini, petani tetap tidak bisa menikmatinya karena stok bawang merah tidak ada," sebutnya.
Ia mengakui, posisi harga bawang merah di tingkat petani di Desa Saran Padang saat ini mencapai Rp42.000 per kg kondisi basah.
Kemudian dikeringkan sampai dua minggu (masa dormansi), setelah itu baru di drop ke pasar.
"Tapi dengan harga sekarang Rp65.000 per kg di tingkat pengecer, dan stok bawang menipis, petani menjualnya dengan kadar air yang masih tinggi, tidak terlalu kering," sebutnya.
Rudi mengatakan, untuk mengatasi kondisi kemarau ekstrem seperti sekarang ini, Bank Indonesia (BI) cabang Siantar mencoba mencarikan solusi dengan membuat sumur bor.
"Tapi di desa kami susah untuk membuat sumur bor. Dengan kedalaman 150 meter belum dapat air berbeda dengan di desa tetangga, seperti Cingkes, dan Panribuan, di kedalaman 60 meter sudah dapat air. Jadi bisa dipasang sumur bor," jelasnya.
Karena sulitnya air di desa mereka, Rudi menyarankan ke pihak BI Cabang Siantar untuk dibuatkan modifikasi cuaca agar hujan turun. Tetapi, akses BI untuk melakukan modifikasi cuaca tidak ada.
Sementara untuk irigasi, menurut Rudi, sudah lima tahun irigasi di desa mereka tak berfumgsi karena kerusakannya sudah parah sehingga harus dibuatkan bendungan.
"Kami hanya berharap, pemerintah dapat memperbaiki irigasi yang rusak tersebut sehingga kendala dalam perairan tidak menjadi masalah bagi kami untuk menanam bawang. Tidak bergantung dengan hujan," kata Rudi.
Ia mengakui, irigasi yang rusak itu dulunya digunakan untuk mengairi persawahan yang saat ini lahannya mereka gunakan untuk menanam bawang. * (junita sianturi)