
Langkah ini dinilai krusial dalam mengawal program strategis yang diproyeksikan mampu menyerap jutaan tenaga kerja dan mendorong nilai tambah produk pertanian Indonesia.
Pelaksana tugas (Plt) Inspektur Jenderal (Irjen) Kementan, Tin Latifah, menegaskan bahwa manajemen risiko berperan sebagai sistem peringatan dini (early warning system) untuk mencegah potensi permasalahan dalam pelaksanaan program hilirisasi.
"Jadi kita telah mengumpulkan beberapa stakeholder yang terlibat mulai dari Ditjen Perkebunan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), PT Sinergi Gula Nusantara (SGN). Masing-masing melakukan identifikasi sesuai tugas dan fungsinya. Sehingga pelaksanaan kegiatan bisa berjalan maksimal,” kata Tin dalam siaran persnya, Sabtu (2/8/2025).
Menurutnya program hilirisasi komoditas perkebunan salah satu upaya krusial meningkatkan nilai tambah produk pertanian.
Karena itu, pihaknya harus memastikan setiap tahapan berjalan sesuai rencana dan terhindar dari potensi risiko.
Dia menambahkan kegiatan manajemen risiko ini bukan sekadar formalitas, melainkan fondasi utama untuk mencapai keberhasilan suatu pepgram.
“Itjen nantinya akan memberikan pendampingan, pengawalan, baik dari setiap progres pelaksanaan (program), mulai dari pelaksanaan pengadaan, penyusunan anggaran,” tuturnya.
Sementara itu Plt Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan, Abdul Roni Angkat, menekankan perannya regulasi dalam mendukung hilirisasi. Pihaknya telah menyiapkan sejumlah regulasi untuk mendukung penuh program hilirisasi.
"Kita juga telah merumuskan roadmap pengembangan hilirisasi produk perkebunan yang jelas, demi memastikan arah kebijakan yang terarah dan berkelanjutan," tuturnya.
Direktur Pengawasan Bidang Pangan, Pengelola Energi dan Sumber Daya Alam BPKP, Agus Rianto, turut memberikan perspektif penting terkait pelaksanaan program yang mendapat sorotan publik akibat permasalahan saat implementasi program.
Persoalan tersebut menurutnya tidak perlu terjadi jika diimbangi dengan manajemen risiko yang baik.
"Penerapan manajemen risiko sejak tahap perencanaan adalah fundamental. Ini membantu kita mengidentifikasi potensi kendala sejak dini, sehingga program hilirisasi komoditas perkebunan dapat berjalan lebih efisien, efektif, dan mencapai sasaran yang ditetapkan," tuturnya.
Langkah penguatan pengawasan ini sejalan dengan komitmen Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, yang menegaskan bahwa hilirisasi sektor perkebunan merupakan prioritas utama dalam pembangunan pertanian ke depan.
Setelah mencetak capaian produksi beras sebesar 4,2 juta ton, Mentan menilai bahwa Indonesia perlu bertransformasi dari produsen bahan mentah menjadi negara pengolah dan pengekspor produk perkebunan bernilai tambah tinggi.
Komoditas unggulan Perkebunan yang menjadi fokus hilirisasi meliputi kelapa, kakao, mete, kelapa sawit, dan kapas. Seluruhnya memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi produk turunan bernilai ekonomi tinggi, baik untuk kebutuhan domestik maupun ekspor.
Program hilirisasi yang saat ini tengah dikembangkan Kementerian Pertanian diperkirakan dapat menyerap hingga 8,6 juta tenaga kerja, dengan total investasi mencapai Rp371 triliun.
Investasi ini diarahkan untuk memperkuat industri pengolahan hasil pertanian serta mendorong keterlibatan generasi muda dalam rantai nilai pertanian nasional. * (erna)