Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kotoran Sapi Berlimpah, Poktan Sukma Tani Produksi Pupuk Organik


Kotoran sapi milik Kelompok Tani Sukma Tani dijemur sebelum diolah menjadi pupuk organik.  suaratani.com-ist 

SuaraTani.com - Medan| Ketersediaan kotoran sapi milik petani yang cukup banyak tetapi belum termanfaatkan dengan baik mendorong Kelompok Tani Sukma Tani  untuk menghasilkan pupuk organik.

Kepala Desa Kolam, Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deliserdang, Jupri Purwanto mengatakan, per hari, mereka mendapat pasokan 140 kilogram (kg) kotoran basah dari kandang. 

"Kotoran sapi ini mulai kami kelola   sejak  mendapat bantuan  Unit Pengolah Pupuk Organik (UPPO) dari pemerintah," ujar Jupri  ketika dihubungi, Rabu (10/2/2021). 

Selain untuk memanfaatkan kotoran sapi, aktivitas memproduksi pupuk organik ini menurut Jupri, juga dalam upaya mengurangi ketergantungan masyarakat akan pupuk kimia. 

"Kami melihat kebiasaan masyarakat masih ketergantungan dengan pupuk kimia. Ke depan, target kami beserta masyarakat dan pemerintah daerah adalah bagaimana mengubah mindset petani agar beralih menggunakan pupuk organik," katanya. 

Jupri memastikan, pupuk akan dipasarkan jika hasil uji laboratorium sudah keluar. Nantinya, hasil lab tersebut dipasang pada bagian karung agar meyakinkan pertani bahwa komposisinya sesuai dan sudah terstandardisasi. "Kita sudah melakukan pengajuan untuk uji lab, tinggal menunggu hasilnya. Jika hasil laboratoriumnya keluar dan sesuai, maka kita langsung pasarkan karena memang sudah ada beberapa petani yang pesan tapi belum berani kita keluarkan karena hasil labnya belum ada," ucapnya. 

Dijelaskannya, pada umumnya pupuk organik ini di pasaran  dengan harga Rp50.000 per karung dengan ukuran 50 kg. Tapi khusus untuk petani akan dipasarkan dengan harga yang lebih murah. 

"Rutinitas setiap hari ada pengelolaan. Kecukupan bahan bakunya memang tersedia. Tapi nanti bisa kita kembangkan jika permintaan banyak karena di lingkungan kami ini banyak yang beternak dan kotorannya belum dimanfaatkan," terangnya. 

Sambil menunggu uji laboratorium, pihak kelompok tani menurut Jupri juga masih berupaya agar pupuk yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan pasar. Karena saat ini, pupuk yang dihasilkan masih berbentuk gumpalan dan belum memiliki kualitas yang lebih baik. 

"Penyebabnya, karena kotoran yang dihasilkan sapi masih basah. Itulah yang mau kita olah. Seharusnya kotoran ini dibiarkan selama satu bulan baru diolah. Namun karena tempatnya tak terlalu luas makanya harus segera diolah," tuturnya. 

Untuk itu,  pihaknya memanfaatkan unit yang ada untuk mencacah komposnya yang masih berbentuk gumpalan itu untuk menghasilkan kompos yang remah sesuai keinginan konsumen. Dengan bentuknya yang remah maka pengaplikasiannya lebih mudah. 

Ke depan, ia berharap pupuk organik ini bisa dimanfaatkan petani. Selain harganya lebih murah, pupuk organik juga lebih bersahabat untuk lingkungan.

"Harapannya ke depan agar upaya yang kami lakukan ini untuk mengubah pola tanam petani yang ketergantungan pupuk kimia pabrikan. Apalagi saat ini pupuk kimia  makin sulit dan makin mahal, sehingga  bisa dialihkan dengan penggunaan kompos," pungkasnya.* (ika)